Polisi selidiki 45 ABK Myanmar

ABK Myanmar yang diamankan dari kapal ikan di Perairan Aru pada April 2015 lalu.

ABK Myanmar yang diamankan dari kapal ikan di Perairan Aru pada April 2015 lalu.

POLISI mengamankan 45 ABK Myanmar dari sebuah hotel di Jakarta Pusat pada Rabu (5/8). Kepala Satgas TPPO yang juga Kepala Unit Human Trafficking Bareskrim Polri Ajun Komisaris Besar Arie Dharmanto mengatakan bahwa evakuasi oleh petugas terhadap para ABK dilakukan setelah menerima laporan dari Kedutaan Myanmar.

Pihak kedutaan menduga mereka yang dilaporkan itu dipekerjakan sebagai ABK di perairan Indonesia menggunakan modus yang sama seperti kasus ABK ilegal danperbudakan nelayan di Kepulauan Benjina, Maluku.

Keterangan resmi polisi menyatakan semua ABK berusia 25-40 tahun. Berdasarkan hasil penyelidikan sementara, mereka diduga menggunakan buku pelaut dan paspor palsu dengan kewarganegaraan Thailand.

Kabareskrim Komjen Budi Waseso juga sudah menyebut dua nama perusahaan yang kemungkinan akan diperiksa dalam waktu dekat.

“Kita masih terus bekerja mendalami keterlibatan dua perusahaan itu,” kata Kabareskrim Komjen Budi Waseso di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (6/8/2015).

Pemeriksaan saat ini masih pada tahap mengumpulkan keterangan saksi-saksi. Selain ABK Myanmar, menurut Budi Waseso, penyidik juga memeriksa tiga orang warga negara Indonesia yang bekerja pada perusahaan tersebut.

Polisi juga menyelidiki adanya kemungkinan perusahaan lain melakukan hal serupa, namun pemeriksaan masih berjalan.

Menurut Budi Waseso, penyidik juga sudah mencegah pemilik perusahaan ke luar negeri dalam rangka penyidikan.

Pengawasan keras

Wakil Ketua Satgas Anti-Illegal Fishing Yunus Husein mengatakan bahwa keberadaan ABK asing ilegal yang kemungkinan bekerja sebagai tenaga kerja paksa (forced labour) sudah berlangsung sejak lama.

Satgas Anti-Illegal Fishing baru dibentuk oleh Menteri Kelautan dan Perikanan pada Desember 2014 lalu. Kapal-kapal ilegal yang beroperasi di perairan Indonesia untuk menangkapi ikan kemungkinan besar mempekerjakan ABK ilegal.

Kepada BBC Indonesia, Yunus mengatakan, “Praktik itu sudah terjadi dan sudah dilihat oleh para pengusaha dan para pengawas, mereka tahu itu terjadi. Pengawasannya tidak sekeras sekarang. Kalau dibilang dulu ada semacam pembiaran, ya bisa-bisa saja. Tidak mungkin perusahaan swasta itu main sendiri, tidak mungkin,” ujar Yunus.

Myanmar, menurut Yunus, adalah negara yang warganya terbanyak dipekerjakan di kapal-kapal asing ilegal ini.

Selain itu, ABK ilegal juga berasal dari Laos dan Kamboja.

“Mereka dijanjikan pekerjaan, dibawa dari kampungnya ke Bangkok, ditampung, kadang di kontainer, dibawa paksa ke Indonesia, dibuat dokumen imigrasi palsu, bekerja dengan syarat yang merugikan mereka, misal dengan gaji yang merugikan.”

Data Satgas Anti-Illegal Fishing mencatat ada 1.132 kapal asing resmi yang beroperasi di Indonesia.

Namun, modus di lapangan yang mereka temukan mendapati bahwa satu izin bisa difotokopi lima kali, sehingga kemungkinannya ada 5.000-6.000 kapal dengan izin palsu. Kebanyakan, menurut Yunus, kapal-kapal tersebut beroperasi di Indonesia timur, di Laut Arafura dan perairan Papua.

Hal yang biasa
“Perizinan di Indonesia babak belur. Jika perizinan soal perkapalan tertib, tidak mungkin ada ABK ilegal,”Khoirul Anam

Khoirul Anam dari Human Rights Working Group mengatakan bahwa pada kapal-kapal ilegal yang beroperasi di Indonesia, sudah hampir pasti akan mempekerjakan ABK ilegal.

“Kalau kapalnya sendiri sudah tidak berizin, bisa dipastikan semua awak dalam kapal tersebut juga tidak berizin. Perizinan di Indonesia babak belur. Jika perizinan soal perkapalan tertib, tidak mungkin ada ABK ilegal,” katanya.

Dalam kunjungannya ke Ambon sebulan lalu, Khoirul mendapati bahwa isu ABK yang tak berdokumen legal sebenarnya sudah sangat biasa.

“Praktiknya sangat terbuka dan diketahui masyarakat lokal.”

Menurutnya, budaya koruptif dalam birokrasi perizinan membuat dugaan perdagangan manusia dalam kapal-kapal asing penangkap ikan seperti ini terus-menerus terjadi. Bahkan, aparat sebenarnya bisa memberantas praktik ini seperti ini sejak lima tahun lalu.

Namun, Khoirul menambahkan, selain birokrasi perizinan Indonesia, ada beberapa negara ASEAN yang memiliki kebijakan menjadikan narapidana sebagai ABK.

Sehingga, “Kalau mereka narapidana, bisa dipastikan mereka tidak memiliki dokumen nelayan yang resmi.”(bbc/alon)

 

Rate this article!
Tags:
author

Author: 

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.