SEJALAN dengan komitmen Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan aksi pengendalian perubahan iklim guna mencapai target pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 29% pada tahun 2030, maka berbagai langkah dilakukan termasuk kegiatan peningkatan kapasitas terkait perubahan iklim.
Pada tanggal 14-16 Maret 2016, 30 perwakilan peserta dari Indonesia mengikuti pelatihan selama 3 (tiga) hari untuk menjadi Climate Leaders atau Pemimpin Perubahan Iklim di Manila, Filipina. Mereka terdiri dari perwakilan pemerintah, termasuk dari Sekretariat Kabinet dan Kantor Utusan Khusus Presiden untuk Pengendalian Perubahan Iklim, LSM, akademisi, sektor bisnis, media dan paling banyak perwakilan dari pemuda.
Pelatihan tersebut diikuti oleh total lebih dari 700 peserta dari berbagai negara di dunia. Pelatihan yang diselenggarakan oleh The Climate Reality Project (TCRP) ini dipimpin oleh Al Gore, mantan Wakil Presiden Amerika Serikat serta penerima Nobel Perdamaian tahun 2007 atas kiprahnya mengarusutamakan topik perubahan iklim di dunia.
Tujuan pelatihan ini adalah untuk membangun jaringan pemimpin perubahan iklim di dunia dengan inti pelatihan berupa materi presentasi mengenai update terbaru tentang sains dasar perubahan iklim, dampaknya di berbagai sektor dan lokasi di dunia, serta solusinya. Materi tambahan lain seperti bagaimana cara mengomunikasikan dengan efektif juga diberikan.
Nantinya, Climate Leaders diminta untuk secara konsisten melakukan presentasi pada komunitas lokal atau melakukan aksi perubahan iklim di daerah masing-masing dengan bantuan jaringan TCRP yang sudah terbangun lebih dari 10 tahun di berbagai negara di dunia.
Saat ini di Indonesia terdapat lebih dari 300 Climate Leaders yang pernah mengikuti pelatihan perubahan iklim bersama Al Gore di berbagai negara sejak tahun 2008, dan di seluruh dunia ada hampir 10.000 climate leaders dari 135 negara.
Al Gore pun mengatakan bahwa semua pihak harus berubah ketika iklim berubah. Salah satu contoh yang berulang kali disampaikan yaitu percepatan adopsi teknologi energi terbarukan untuk menggantikan bahan bakar fosil.
Al Gore membandingkan adopsi teknologi baru tersebut dengan teknologi handphone. “Tidak ada yang mengira bahwa adopsi handphone sedemikian cepatnya,” kata Al Gore seraya meyakini bahwa energi terbarukan akan memiliki tingkat adopsi yang sangat cepat dengan semakin turunnya biaya produksi.
Hal ini terutama benar bagi pemuda yang memiliki tingkat penyerapan teknologi relatif lebih tinggi, baik untuk energi dan juga untuk penyebaran informasi mengenai perubahan iklim pada rekan sebayanya ataupun komunitas di sekitarnya. Al Gore meminta pemuda untuk lebih aktif menyuarakan aspirasinya mengenai perubahan iklim serta dalam melakukan aksi nyata.
Ada satu pertanyaan dari peserta tentang bagaimana melibatkan pemuda untuk lebih aktif dalam aksi perubahan iklim, Al Gore pun berpikir sejenak kemudian berujar, “Saya rasa pertanyaannya terbalik, harusnya bagaimana pemuda membuat orang tua agar lebih peduli pada perubahan iklim,” ujarnya menjawab. Para peserta pun riuh dengan tepuk tangan dan Al Gore menambahkan bahwa pemuda lebih peduli akan perubahan iklim karena mereka sadar bahwa masa depan merekalah yang terancam jika tidak ada aksi perubahan iklim signifikan yang diambil oleh pemimpin dan masyarakat dunia.
Ditemui secara terpisah, Rachmat Witoelar, Utusan Khusus Presiden Jokowi untuk Pengendalian Perubahan Iklim (UKP-PPI) mengaku enang sekali mendengar bahwa banyak perwakilan pemuda Indonesia yang hadir untuk pelatihan perubahan iklim.
“Ini menunjukkan bahwa pemuda Indonesia mulai sadar dan mau melakukan aksi. Kita berkewajiban untuk mendukung penuh aksi perubahan iklim mereka. Ya intinya, kita harus menyelamatkan masa depan anak cucu kita semua,” kata Rachmat.
Pelatihan ini diselenggarakan pada waktu yang sangat tepat mengingat Kesepakatan Paris tentang upaya pengendalian perubahan iklim global baru saja diadopsi bulan Desember tahun 2015 lalu, sehingga masih tajam di ingatan para pembicara dan peserta akan komitmen negara-negara dan masyarakat dunia untuk pengendalian perubahan iklim. Beberapa sesi tambahan pun diselenggarakan untuk membahas beberapa aspek tindak lanjut Kesepakatan Paris seperti tentang pendanaan perubahan iklim, tata kelola pemerintahan, serta kerjasama regional seperti ASEAN untuk peningkatan aksi. (UKP Perubahan Iklim/ES/setkab.go.id)