Tahuna-Sangat memiriskan nasib para penjual kerajinan bambu batik di Sangihe,khususnya perabotan kursi dan tempat tidur (Rosban).
Betapa tidak, sejak puluhan tahun silam hingga saat ini berjualan di pusat kota Tahuna, Pemkab Sangihe masih belum mampu memfasilitasinya untuk menyediakan tempat berjualan yang representatif.
Terpaksa para penjual yang umumnya berasal dari luar kota Tahuna tersebut, harus rela diterpa hujan panas berjualan di emperan pertokoan kompleks Pelabuhan Tua Tahuna.
”So puluhan tahun kami hanya berjualan kursi bambu di emperan pertokoan, karena memang di pusat kota Tahuna belum ada lokasi khusus yang disiapkan bagi kami penjual kerajinan bambu batik,”ungkap salah satu penjual.
Yang lebih memeriskan, selain penghargaan Pemkab Sangihe minim, warga setempat, termasuk kalangan pejabat terkesan kurang mencintai produk bambu batik, hingga terpaksa beberapa penjual harus rela berjualan mengelilingi kota Tahuna dengan berjalan kaki agar jualan laku terjual.
”Agar laku terjual, ,tak jarang kami harus berjualan berkeliling kota Tahuna sambil memikul kursi bambu dan rosban,”ujar penjual lainnya.
Sementara desakkan untuk menyiapkan lokasi berjualan kerajinan bambu batik kembali dilontarkan ke Pemkab Sangihe. Seperti halnya yang ditegaskan Ketua LSM Kadadema, Marselm Pulumbara, sudah menjadi kewajiban pemerintah setempat menunjang produk lokal, baik pemasaran maupun tempat jualan, apalagi produk bambu batik kerab dibangga-banggakan pada setiap momentum pameran pembangunan maupun festival Sangihe, termasuk pameran produk daerah di Provinsi Sulut dan di Jakarta.
”Bambu batik kan selalu menjadi andalan pada setiap pameran, jadi sangat memalukan ketika tempat berjualannya hanya di emperan toko, dan kami minta pemkab segera mencari lokasi penjualan yang lebih representatif,”tegas Pulumbara.(eleh)