Jakarta-Melalui Musyawarah Anggota pada 8 April 2017 di Kampus IBM-ASMI, Pulomas, Jakarta, terpilih Revli Orelius Mandagie SE selaku Ketua Umum (Ketum) PMT.
Di tempat yang sama, pada 18 Juni 2017 dilaksanakan pengukuhan kepengurusan periode 2017-2022. Mandagie, yang juga Ketua Bidang Lingkungan Hidup dan Kemaritiman Kerukunan Keluarga Kawanua (KKK), yang dilantik bersama pengurus lainnya, dengan Angelica Tengker selaku Ketua Umum KKK, langsung melakukan gebrakan.
Pada 11- 14 Mei 2017 bulan lalu, bersama tim kecil, Mandagie melakukan survei ke beberapa obyek destinasi wisata di Sulawesi Utara (Sulut). Di antaranya Manado Tua, Bunaken, Tangkoko, Pusat Kebudayaan Sulawesi Utara Pa’Dior Tompaso, Rurukan, Bukit Tatempangan Koha.
Menurut Mandagie, tujuannya untuk mendapatkan masukan dalam hal penyusunan program kerja PMT ke depan. Program kerja PMT, kata dia, akan bermitra dengan KKK.
“Ini sesuai arahan Ketua Umum K3 Angelica Tengker,” katanya.
Dari survei tersebut disimpulkan, pulau-pulau yang ada di wilayah pantai Manado, bagian barat. Antara lain Manado Tua, Bunaken, Siladen, dan Gangga perlu perhatian pemerintah daerah. Pulau-pulau tersebut memiliki potensi untuk dijadikan kawasan ekonomi khusus, sehingga perlu pengkajian mendalam, agar mampu mengundang investor dalam dan luar negeri.
Bunaken yang kesehor sebagai taman laut, masih perlu pembenahan secara menyeluruh, terutama terumbuh karang yang semakin pudar sehingga harus dilestarikan. Sarana dan prasarana serta infrastruktur masih sangat minim, sehingga perlu terobosan untuk perbaikan ataupun melengkapi agar menarik minat pengunjung.
“Supaya Bunaken tidak kalah bersaing dengan daerah lain semisal Bali, Lombok, dan Raja Ampat,” ujarnya.
Sedangkan, Tangkoko, sebagai obyek wisata cagar alam juga perlu pembenahan. Terutama memberantas pungutan liar dalam bentuk apapun yang merugikan nama baik pemerintah dan masyarakat Sulut.
“Kita juga menemukan papan penunjuk arah di berbagai tempat, persimpangan, dan obyek wisata, harus jelas terbaca,” katanya.
Di bibir pantai di sekitar Batu Putih, memiliki potensi untuk pengembangan destinasi wisata. “Bisa dikolaborasikan dengan sumber daya kemaritiman. Semisal penangkapan ikan laut,” jelasnya.
Kerja sama dengan Yayasan Pusat Kebudayaan Sulawesi Utara Pa’Dior di Tompaso, juga sangat penting. Sehingga potensi kebudayaan yang sudah tersedia, perlu untuk dijaga dan dipelihara.
“Juga perlu pengkajian lebih lanjut prospek kerajinan minuman beralkohol Cap Tikus. Juga perlu jalin kerja sama dengan Bukit Paralayang, Koha, Minahasa, untuk agenda yang berhubungan dengan olah raga Paralayang, mengikutsertakan pagelaran seni dan budaya lokal,” terangnya.
Decky Tiwow, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PMT, mengatakan, pihaknya juga mengusulkan untuk menarik investor dari dalam dan luar negeri untuk relokasi usaha di Sulut, maka kegiatan konferensi bertaraf internasional dan atau nasional perlu diadakan secara rutin.
“Setidaknya memindahkan event sejenis yang selama ini dilaksanakan di Bali,” katanya. Namun untuk menunjang itu, lanjutnya, dibutuhkan kesiapan sarana, prasarana dan infrastruktur di segala bidang. Itu menurutnya harus menjadi skala prioritas, setidaknya untuk memberikan kenyamanan.
“Meningkatkan sumber daya manusia yang profesional juga penting. Terutama untuk anstisipasi kepuasan masyarakat, daya tarik para pelaku bisnis sehingga perlu tindakan nyata dari pemerintah daerah melalui dinas terkait. Terlebih untuk melakukan sosialisasi secara rutin dan berkesinambungan tentang layanan hospitality,” paparnya.
Dia juga berharap, pemberantasan pungutan liar (pungli) dalam bentuk apapun harus terus digencarkan semua pihak terkait.
“Penting juga untuk meningkatkan kegiatan penanaman pohon secara massal, sebagai upaya untuk mengatasi penggundulan hutan untuk menahan dan mencegah bahaya banjir bandang seperti yang pernah terjadi beberapa tahun ini,” urainya.
Sejarah PMT Sekedar diketahui:
Tombulu adalah salah satu sub-etnis leluhur Minahasa, di samping kedelapan etnis lainnya: Tonsea, Toulour, Tountemboan, Tonsawang, Pasan, Panosakan, Bantik dan Babontehu. Kerinduan untuk melestarikan, mengangkat dan mempertahankan bahasa, seni dan budaya asal Tombulu, mulai menggema di awal 2013.
Gerakan awal ini diprakarsai beberapa warga kawanua asal Tombulu di Jakarta. Antara lain James Anes, Alan Tumiwa, Grace Rorong, dan Gibson Kapele. Kerinduan tersebut dilanjutkan pertemuan dengan beberapa Pini Sepuh Tombulu.
Di antaranya JB Mamuaya, Hans Mantiri, Tonaas Tua Wangko Papendangan Benny Tengker, dan Tonaas Wangko Benny Mamoto. Sehingga 14 September 2013, terbentuklah Pakasaan Matuari Tombulu (PMT) dengan Ketua Umum Edwin OJ Poluan. Karena satu dan lain hal, dilanjutkan James Anes.(arum)