Amurang- Buntut penutupan pabrik pengelolaan bahan baku minuman beralkohol, Ratusan pelajar terancam putus sekolah. Pasalnya, para petani Cap tikus yang sementara menyekolakan anak mengaku tidak mampu lagi membayar biaya sekolah akibat sumber usaha mereka yakni Cap tikus tidak bisa dipasarkan lagi.
Salah satu petani cap tikus asal desa Malola, Robby Sinaulan, mengaku sangat kesulitan membiayai kedua anaknya yang sementara duduk di bangku SMP dan SMA, sebab, cap tikus hasil kerja kerasnya tidak ada lagi yang mau membeli.
Hal ini bukan hanya dialami oleh satu petani saja, bahkan menurut dia, ratusan petani juga ikut merasakan penderitaan tersebut. Maudy Tiwa pun angkat bicara mengenai persoalan yang diderita oleh petani cap tikus. Menurut dia, pemerintah Propinsi seharusnya mencari solosi bagaiman agar perusahan boleh dibuka kembali untuk membeli hasil dari petani.
“Kasihan petani, apalagi menjelang Natal dan Tahun Baru, sudah pasti banyak kebutuhan yang harus dikeluarkan. Tapi hasil jerih lelah mereka tidak bisa dipasarkan lagi. Jika begini terus, saya bersama-sama dengan para petani akan melakukan demo besar-besaran.”tegas Tiwa.
Hal senada disampaikan oleh Tokoh masyarakat Minsel, Karel Hendril Lakoy. Menurut dia, anggota Dewan di Minsel seharusnya mempejuangkan nasib para petani Cap tikus. Sebab, persoalan yang dialami oleh para petani akan berdampak pada krisis sosial yang berdampak buruk untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.
“Waktu lalu para anggota Dewan telah berjanji akan memperjuangkan nasib para petani saat bertatap muka di kantor Dewan. Tapi mana buktinya? Waktu itu para anggota Dewan terhormat itu berjanji akan mengawal aspirasi para petani Cap Tikus.”sesal Lakoy (arum)