TAHUNA,Suarasulutnews.co.id-Dalam sejarah lelang sarang burung wallet (Sarlet) pulau Kalama, baru kali ini harganya anjlok tak jelas dan tak masuk akal.
Bagaimana bisa dikatakan tak masuk akal, Sarlet yang biasanya bisa laku hingga ratusan juta, justru pada pelelangan, Selasa (27/10)kemarin hanya ditawar Rp 10 juta oleh salah satu pengusaha.
Karena secara keseluruhan hanya ditawari Rp 10 juta, sarlet yang beratnya mencapai 26 kilogram lebih itu, dengan terpaksa dibeli warga pulau Kalama, Horten Tuwohingide Rp 20 juta.
”Daripada hanya ditawari Rp 10 juta, lebih baik kami yang beli Rp 20 juta. Hitung-hitung ini juga untuk mengembalikan kerugian biaya operasional kami warga Kalama atas jatuhnya kualitas sarlet,”ungkap Tuwohingidde.
Sementara jatuhnya harga sarlet disinyalir karena menjadi korban sistim lelang yang birokrasinya terlalu panjang, yakni dengan melibatkan pihak Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Manado, dimana sarlet sempat tertahan di box penampung hingga satu bulan lebih dan mengakibatkan kualitas sarlet menurun drastis bahkan mendekati rusak.
”Terlalu lama sarlet tabiar di box penyimpanan karena menunggu proses lelang oleh KPKNL yang sangat lama. Jadi jangan heran jika saat ini harganya anjlok karena kualitas memang jauh menurun,”tegas Kapitalaung Kalama, Santosa Kaingat SH.
Kabag Ekonomi Pemkab Sangihe, Drs. Jhony Damalang ditemui dilokasi lelang mengatakan, tak ada pembagian hasil sarlet yang selama ini berlaku bagi Pemkab Sangihe maupun warga pulau Kalama, karena sarlet yang terpaksa dibeli warga akan dijual kembali untuk menutupi biaya operasional, lagi pula pada kegiatan lelang kemarin tak ada peserta yang mendaftar hingga lelang tak jadi dilaksanakan.
”Bisanya hasil sarlet dibagi untuk pemkab dan warga Kalama, namun kali ini tidak, karena sarlet tak jadi dilelang dan harus dibeli warga setempat untuk menutupi biaya operasional pemeliharaan dan kegiatan panen sarlet,”ujar Damalang yang turut diaminkan Asisten II Benny Pilat SE dihubungi terpisah.(fb)