Jakarta,Suarasulutnews.co.id-Menteri Koordinator (Menko) Bidang Polhukam Luhut Pandjaitan menegaskan terkait revisi Undang-Undang (UU) Komisi Pemberantasan Korupsi, pemerintah setuju revisi hanya untuk penguatan dengan 4 usulan perubahan. usulan tersebut yaitu pembentukan dewan pengawas, penerbitan SP3, pengangkatan penyelidik dan penyidik serta terkait penyadapan.
“Sebenarnya begini aja lah, kalau lari dari empat yang kami usulkan itu. Presiden tidak akan, posisinya tidak,” ujar Luhut pada wartawan usai menerima kedatangan Presiden Joko Widodo di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta usai menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) AS-ASEAN, Jumat (19/2) pagi.
Luhut menjawab pertanyaan wartawan tentang Surat Presiden (Surpres) terkait persetujuan Presiden atas 4 undang-undang yang akan direvisi, diantaranya UU KPK, UU Tax Amnesty, dan UU Terorisme. “Kami kan, Presiden sudah mengirimkan, jadi sudah ada di sana empat,” ucap Menko Bidang Polhukam pada wartawan.
Berkaitan dengan berbagai penolakan yang ada, Luhut kembali menegaskan bahwa posisi pemerintah adalah untuk memperkuat KPK. Selanjutnya, Luhut menjelaskan mengenai usulan dewan pengawas, dewan pengawas ditunjuk langsung oleh Presiden untuk melihat jika ada hal-hal yang harusnya tidak dilakukan tetapi dilakukan.
Bagaimana dengan penolakan dari pimpinan KPK atas revisi UU KPK ini? “Kalau pimpinan KPK kan tidak bisa menolak, dia hanya bisa melaksanakan,” jawab Luhut.
Mengenai tindakan penyadapan yang dilakukan oleh KPK harus izin terlebih dahulu, Luhut menegaskan itu tidak ada. “Tidak ada itu, penyadapan itu semua prosesnya, saya ulangi, proses penyadapan itu seluruhnya berada di pimpinan KPK tidak ada intervensi yang lain,” tegasnya.
Tentang Papua.
Berkaitan dengan beberapa ancaman dari gerakan separatis yang ingin Papua merdeka dari Indonesia, Menko Bidang Polhukam mengataka hal tersebut tidak lebih dari ancaman.
“Orang bilang mau internasionalisasi, apa yang mau di internasionalisasi? Kemarin yang ada di Wamena itu mereka berharap supaya ada tindakan represif dari pemerintah dari aparat keamanan, tidak kita diamkan saja. Karena presiden ada di Amerika. Kita turunkan dan kita periksa orang-orangnya. Ya kelompok-kelompok itu ingin menunjukkan eksistensi saja,” kata Luhut lagi.
Luhut mengatakan bahwa hal tersebut dikarenakan 60% pemimpin di Papua meninggalkan tempatnya sehingga manajemnnya buruk. Menko Bidang Polhukam juga menambahkan saat ini pemerintah daerah sudah mau untuk memperbaiki manajemennya, hanya sikap pemerintah pusat untuk lebih tegas.
“Salah pemerintah itu dimana? Jadi management-nya itu yang tidak baik. Jadi sekarang ini yang coba kita dorong baik-baik supaya jalan, pejabat-pejabat itu kita minta jangan terlalu banyak keluar dari Papua,” kata Menko Bidang Polhukam.
Selama sepuluh tahun terakhir, Luhut mengatakan Rp52 triliun dana otonomi khusus untuk Papua dan Rp15 Triliun sudah diberikan kepada Papua Barat. Dengan demikian, Luhut juga menjelaskan bahwa salah satu masalah yang ada di Papua adalah masalah keadilan.
“Masalahnya itu di keadilan, nah sekarang keadilan yang ada itu dana yang kita gelontorkan ke sana lebih banyak dari dana yang diklaim diberikan oleh Freeport ke Indonesia, jauh lebih banyak. Presiden sendiri perhatiannya luar biasa. Jadi tidak usah terlalu aneh-aneh lah,” ungkap Luhut pada wartawan.
Menanggapi apakah diperlukan revisi otonomi khusus terkait hal tersebut, Luhut menegaskan jika itu tidak diperlukan. Menko Bidang Polhukam mengatakan bahwa hal tersebut karena otonomi khusus belum dilaksanakan sepenuhnya dan di Indonesia hanya di Papua dan Papua Barat yang kepala daerahnya harus warga asli Papua.
“Itu kebablasan saya dulu tidak mau, tapi kita hormati itu. Ini kita sebagai bangsa tidak boleh, tidak boleh ditawar-tawar, ada koridor bermain yang kita tidak boleh kebablasan,” pungkas Menko Bidang Polhukam akhiri jawaban kepada wartawan. (FID/EN/setkab.go.id)