Suarasulutnews.co.id – Pengaduan atas perbuatan Majelis Hakim yang memeriksa dan mencurangi perkara perdata nomor : 515/Pdt.G/2021/PN Mnd dengan cara merobah keterangan Saksi Johan Pntororing dan menghilangkan keterangan Saksi Servie Ruddy Pontororing dalam membuat putusan saat ini telah ditindaklanjuti oleh Komisi Yudisial Republik Indonesia.
Menurut Ketua Tim Kuasa Hukum Jemmy Giroth, dkk yaitu Noch Sambouw, S.H., M.H., CMC bahwa Komisi Yudisial Republik Indonesia sudah menerima surat pengaduan yang dilayangkan oleh Jemmy Giroth, dkk kemudian telah meminta kelengkapan dokumen tambahan sebagai dasar pengaduan; diantaranya Surat Kuasa asli bermeterai, Salinan Putusan nomor : 515/Pdt.G/2021/PN Mnd dan Surat Pernyataan dari Saksi yang memberikan keterangan dalam persidangan bermeterai disertai dengan copy KTP/identitasnya.
Mengutip apa yang telah disampaikan oleh Menko Polhukam Prof. Dr. Mohammad Mahfud MD, S.H., S.U., M.I.P bahwa Undang-Undang Kehakiman telah mengatur kebebasan Hakim untuk memutus perkara yang diperiksanya secara bebas tanpa bisa diintervensi oleh siapapun dan pihak manapun.
Namun bukan berarti dengan kebebasan yang diberikan oleh Undang-Undang sehingga hakim dalam memutus perkara seenaknya saja melakukan apa yang dia mau termasuk dalam pengaduan ini merobah bukti/keterangan 1 (satu) orang Saksi yang dihadirkan oleh Penggugat Jemmy Giroth, dkk juga menghilangkan bukti/keterangan 1 (satu) orang Saksi dalam persidangan sehingga menurut Noch Sambouw hal tersebut sudah merupakan “perbuatan curang” yang telah melanggar kode etik dan perilaku hakim dalam memeriksa perkara.
Jika “perbuatan curang” dalam memeriksa, membuat pertimbangan hukum dan memutus perkara bukan merupakan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim maka di pengadilan tidak perlu dilakukan persidangan langsung saja perkara didaftar kemudian hakim langsung membuat putusan sesuai kemauannya karena sia-sia saja melakukan proses persidangan yang memakan waktu begitu lama yang akhirnya bukti yang dihadirkan bisa dirobah dan/atau dihilangkan sesuai kemauan hakim, ujarnya.
Noch Sambouw juga mengatakan bahwa, respon dari Komisi Yudisial Republik Indonesia sangat cepat dalam menangani kasus pengaduan yang dibuat oleh masyarakat yang merasa dirugikan atas perbuatan oknum-oknum hakim. Hal tersebut bisa terlihat dari adanya surat yang ditujukan ke kantor Kuasa Hukum Noch Sambouw & Rekan hanya berselang 1 (satu) Minggu dengan waktu pengaduan.
Walaupun surat yang dikirimkan oleh Komisi Yudisial RI sampai 2 (dua) kali sempat dikembalikan oleh pengantar surat kantor Pos dan Giro Cabang Manado karena saat petugas pos membawa surat tidak sesuai dengan jam buka kantor sehingga tidak sempat diterima oleh Kuasa Hukum (hal tersebut sudah diselesaikan oleh Noch Sambouw dengan petugas pos yang baru di kantor pos dan giro Cabang Manado secara damai).
Namun Penghubung Komisi Yudisial Wilayah Sulawesi Utara telah mengambil langkah inisiatif menelpon kami selaku Kuasa Hukum untuk memberitahukan ada surat tembusan yang mereka terima di kantor Penghubung Komisi Yudisial RI Wilayah Sulut yang isinya meminta kami melengkapi data/dokumen untuk segera dikirimkan ke Komisi Yudisial RI agar pengaduan yang kami lakukan sesegera mungkin ditindaklanjuti.
Permintaan dari Komisi Yudisial itu sudah kami lengkapi dan langsung kirimkan. Kami berharap agar pengaduan yang dilakukan ini akan diambil sisi positifnya untuk menjadi perhatian bagi seluruh hakim dibawah institusi Mahkamah Agung yang memeriksa perkara yang merupakan benteng terakhir di dunia bagi masyarakat pencari keadilan seyogyanya melakukan tugas sesuai dengan aturan yang berlaku disertai dengan melekatnya sumpah yang telah diucapkan sebagai seorang hakim sehingga benar-benar keadilan yang didapati oleh masyarakat di pengadilan bukan kecurangan, tutup Sambouw.