Kantor Pengadilan Negeri Amurang Kabupaten Minahasa Selatan.
Amurang – Jaminan perlindungan Hukum bagi para konsumen dari pembiayaan perkreditan/leasing kendaraan bermotor hingga saat ini belum juga dirasakan oleh sebagian masyarakat yang berada di Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel), atas tindakan perampasan dijalanan yang dilakukan oleh Depcolektor/mata elang yang dibiayai oleh perusahaan/leasing pekreditan dengan tanpa dilengkapi surat-surat resmi (Fidusia).
Hal ini terbukti, salah satu dari sekian Kasus perampasan kendaraan bermotor jenis roda jenis mitsubisi No Pol. DB 8974 EA atas nama Recky Kumolontang, kendaraan yang dileasing selama 24 bulan itu yang sudah membayar fasilitas kredit dari BFI Amurang 19 X 2.309.000 = 43.871.000 dari fasilitas kredit 43.666.000 melalui Kantor pos, Indomaret Tumpaan dan dijemput /ambil langsung dirumah.
Memasuki setoran ke 20 (10/8-16) konsumen terganjal masalah dana hingga ke setoran 21 dan 22, pihak BFI pun memberikan surat peringatan, akhirnya pada tanggal 30/10 mata elang dari BFI melakukan perampasan di jalanan, tepatnya area perkebunan menuju Desa Sulu Kecamatan Tatapaan, didalamnya terdapat perhiasan emas 2 gram dan bahan pokok yang akan dijual berkisaran 10 juta.
Dengan itikad baik, sang pemilik kendaraan langsung menuju BFI untuk membayar atas tunggakan selama 3 bulan dengan jumblah uang kurang lebih 7 juta, namun sangat disayangkan pihak BFI tidak menerima itikad baik pemilik kendaraan, dengan tidak menerima uang pembayaran tunggakan 3 bulan.
Merasa itikad baik tidak diterima dengan tindakan yang dilakukan melawan hukum, pada tanggal 31 oktober 2016, sehingga berujung di pengadilan Negeri Amurang dengan gugatan perkara No. 94/PDT/16/2017/PN AMG.
Menurut salah satu lembaga bantuan hukum (LBH), Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1169/KMK.01/1991 Tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha, menyebut bahwa setiap transaksi sewa guna usaha wajib diikat dalam suatu perjanjian. Pada leasing, lazimnya juga diikuti dengan perjanjian jaminan fidusia.
Perjanjian fidusia adalah perjanjian hutang piutang kreditor kepada debitor yang melibatkan penjaminan. Jaminan tersebut kedudukannya masih dalam penguasaan pemilik jaminan. Pada perkara ini, harus diketahui terlebih dahulu, apakah kendaraan tersebut sudah dijaminkan fidusia atau tidak.
Apabila transaksi tidak diaktakan notaris dan didaftarkan di kantor pendaftaran fidusia, maka secara hukum perjanjian fidusia tersebut tidak memiliki hak eksekutorial dan dapat dianggap sebagai hutang piutang biasa, sehingga perusahaan leasing tidak berwenang melakukan eksekusi, seperti penarikan kendaraan (Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia). Selain itu eksekusi yang dilakukan harus melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap
Pihak leasing tidak berwenang melakukan eksekusi penarikan kendaraan tersebut. Eksekusi haruslah dilakukan oleh badan penilai harga yang resmi atau Badan Pelelangan Umum. Jika terjadi penarikan motor oleh pihak leasing tanpa menunjukkan sertifikat jaminan fidusia, itu merupakan perbuatan melawan hukum.
Sejak 2012, Kementerian Keuangan telah menerbitkankan peraturan yang melarang leasing untuk menarik secara paksa kendaraan dari nasabah yang menunggak pembayaran kredit kendaraan (Peraturan Menteri Keuangan No.130/PMK.010/2012)
Tindakan leasing melalui debt collector yang mengambil secara paksa kendaraan berikut STNK dan kunci kendaraan, dapat dikenai ancaman pidana. Tindakan tersebut termasuk kategori perampasan sebagaimana diatur dalam pasal 368 KUHP.
Selain itu, tindakan tersebut termasuk pelanggaran terhadap hak kita sebagai konsumen (Pasal 4 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen)
Berdasarkan penjelasan ini, jika memang perjanjian pinjaman dana yang kita lakukan belum didaftarkan jaminan fidusia, atau Kantor Pendaftaran Fidusia belum menerbitkan dan menyerahkan sertifikat jaminan fidusia kepada perusahaan leasing, maka tindakanpenarikan paksa motor konsumen dan pembebanan biayanya adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan.
Namun, terkait hutang yang di miliki tetap harus dibayarkan sesuai dengan perjanjian. Selanjutnya, langkah penyelesaian terhadap permasalahan tersebut dapat ditempuh diantaranya,
(1) Mengupayakan mediasi sebagai upaya alternatif penyelesaian sengketa diluar pengadilan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).
(2) Melaporkan tindak pidana perampasan kendaran ke pihak kepolisian.
(3) Mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ke Pengadilan Negeri terkait penarikan kendaraan bermotor secara paksa.
Namun sangat disayangkan, dengan harapan kendaraan tersebut bisa dikembalikan, maka pemilik kendaraan dan keluarga menempuh jalur hukum dengan melaporkan hingga ke pengadilan Negeri Amurang Kabupaten Minahasa Selatan, harapan tinggalah harapan, ketika putusan keluar dari Pengadilan Negeri Amurang, di tolak dengan kata lain dimenangkan oleh Pihak BFI Cabang Amurang, Ucap Bapak Jotje Winerungan dengan nada kesal, orang tua dari pemilik kendaraan.
Ketua Pengadilan Amurang Rommel Tampubolon saat di konfirmasi mengatakan, Perlu saya jelaskan, saya tidak mencampuri isi putusan ini, saya sudah konfirmasi dengan majelis, putusan ditolak pada bulan 8 oktober dan setelah ditunggu dari kemarin tidak ada upaya hukum,
” Saya kira ada upaya hukum untuk banding dari pihak penggugat ternyata tidak, soal hasil putusan saya tidak bisa campuri karena itu sudah kewenangan dasar dari hakim majelis,”
jadi saya hanya memberitahukan, keputusan itu sudah diaplod silakan baca dan di pelajari apakah yang menjadi kekurangan dalam upaya upaya hukum yang dilakukan.
Yang saya harapkan, apakah benar hakim majelis sudah melakukan secara benar, menurut hakim majelis setelah ditanyakan tak satupun bukti yang dapat diserahkan oleh penggugat ini, padahal dalam perkara perdata adalah bukti, bukti formal, tapi tak satupun bukti yang ditunjukan seperti, surat bukti penyetoran kendaraan dan saksi.
Jadi, penggugat juga berhak untuk mengambil putusan untuk dipelajari dan dipublikasikan, begitu juga teman teman wartawan silakan untuk diambil dan dipelajari.
” Penggugat juga bisa naik banding setelah hasil putusan ditolak, itulah yang diberikan waktu hingga 14 hari, namun tidak ada upaya banding hingga saat ini dengan waktu yang diberikan,” Kata Tampubolon.
Merasa tidak mendapat perlindungan hukum dan keadilan terhadap rakyat kecil, maka keluarga penggugat melayangkan surat tembusan ke Ketua Mahkamah Agung RI di Jakarta, Pengawas hakim pengadilan negeri Sulut di Manado, Ketua hakim pengadilan negeri Amurang di Amurang dan Kepala BFI finance cabang amurang. (Jaan)