MITRA – Pasca dampak Covid-19 yang dirasakan oleh masyarakat khususnya di Kabupaten Minahasa Tenggara (Mitra), menjadi salah satu tujuan pemerintah untuk mengurangi apa yang dirasakan oleh masyarakat, sehingga Dana Desa yang di peruntukan untuk pembangunan fisik, 25 – 30 persen bagi masyarakat yang terkena dari dampaknya lewat Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLTDD).
Namun, apa yang dilakukan oleh Hukum Tua Desa Liwutung Meidy Moeksin, Kecamatan Pasan, diduga telah melakukan kesalahan kewenangan dalam penyaluran Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLTDD) lewat “surat kaleng” yang di kirim ke Dinas PMD, bahwa ada 32 nama yang menerima bantuan di Desa Liwutung tak sesuai dengan kriteria penerima BLTDD.
Dengan dasar Informasi lewat surat kaleng, Dinas PMD langsung menindaklanjuti hingga pemanggilan kepada Kuntua Desa Liwutung untuk mengklarifikasi terkait akan hal tersebut.
Kumtua Liwutung Meidy Moeksim saat di konfirmasi sejumblah Wartawan mengatakan, saya telah memenuhi undangan resmi dari DPMD untuk melakukan klarifikasi terkait laporan dari masayarakat itu, namun dirinya sangat sesali karena tidak diberi ruang untuk bicara dan klarifikasi seperti yang dicantumkan dalam undangan tersebut, Rabu (24/6-2020)
“Saya bertemu dengan staf bidang yang dimandatkan oleh Kadis untuk menyampaikan laporan tersebut. dan disitu disampaikan bahwa ada laporan penyalurannya tidak tepat sasaran dan Kumtua menyalahgunakan kewenangan” ujar Kuntua Meidy.
Disaat itu juga pihak Dinas PMD langsung meminta kepada Hukum Tua untuk memilih apakah menerima Tuntutan Ganti Rugi (TGR) atau dinonaktifkan dari jabatan sebagai Kuntua.
“Saya kaget dan sempat memberikan pembelaan, bahwa semua data dari penyaluran telah berdasarkan musyawarah desa khusus (Musdesus), dan selama tiga kali digelar tidak ada keluhan dan tidak ada riak-riak dari masyarakat” ucapnya.
Setelah usai bertemu dengan staf bagian, Kepala Dinas PMD Royke Lumingas yang saat itu duduk di sisi lain ruangan yang tak mau bertemu langsung dengan kumtua sempatkan berpesan, “jadi Kumtua sudah paham yah”.
“Dari kata itu saya langsung menjawab dan mengatakan, sudah pak saya sudah paham tapi minta maaf saya katakan, dalam hal ini sebelumnya tidak ada keluhan dari masyarakat dan tak ada riak-riak di desa. tapi Kadis PMD mengatakan tak perlu ada riak-riak. mendengar apa yang dikatakan Kadis saya kaget, kalau memang tidak ada hal seperti itu kenapa ada laporan ini dan siapa yang melaporkan ini. jawab Kadis juga saat itu dengan mengatakan ada pelapor dengan inisial “R” ungkap Kumtua.
Sedikit melakukan penekanan, Kadis PMD sempat menggertak dengan mengatakan bahwa, pihaknya baru saja mengeluarkan SK nonaktif Kumtua di Bentenan, apakah harus membuat SK nonaktif lagi.
“Dari pernyataan ini, saya langsung mengatakan, pak bila saya menyalahgunakan kewenangan saya mundur, silahkan pihak Inspektorat Mitra untuk turun lakukan pemeriksaan penggunaan BLTDD di Desa saya, karena saya melakukan tugas mengamankan keadaan masyarakat, namun dikatakan balik Kadis, bisa saja musdesus itu benar, bisa Jadi musdesus itu melanggar aturan menurut Lumingas. Makanya saya bilang agar Kadis PMD turun saat musdesus,” tegas Kuntua Meidy.
Namun Kadis PMD tetap menekankan agar Kumtua lakukan verifikasi dengan mengurangkan 32 nama yang telah disalurkan.
“Pak jangankan 32 seperti yang dilaporkan, sedangkan satu atau dua penerima yang meninggal masuk dalam data dan untuk dikurangkan saya harus gelar Musdesus, apalagi 32 penerima yang telah menerima ditahap I dan II, jika harus seperti itu saya minta Kadis turun langsung dan menyampaikan hal ini kepada masyarakat ditengah tengah musdesus Nanti,” ujar Kuntua.
Ia menambahkan, bila ingin memberikan TGR atau pemberhentian sebagai Kumtua, nama pelapor dengan inisial “R” harus diungkap, tutup Kumtua Meidy.
Kadis PMD Royke Lumingas saat di monfirmasi hal tersebut mengatakan, memang benar ada laporan bahwa ada 32 nama di desa Liwutung penyalurannya tidak tepat sasaran. Hal tersebut dikarenakan, ada penerima yang berstatus pensiunan, ada yang istrinya perangkat desa dan Tenaga Harian Lepas (THL) Pemkab Mitra.
“Mengapa tidak tepat, karena sesuai dengan regulasi penyaluran BLT DD, sudah sangat jelas yang dijelaskan dalam aturan Permendes maupun PMK maupun Permendagri, sudah sangat jelas siapa penerimanya, dan sudah jelas harus dikategori status masyarakat miskin kemudian kehilangan pekerjaan, ujar Kadis.
Sebenarnya sesuai dengan standart BPS dan Kemensos harus masuk dalam 14 kriteria yang dinamakan masyarakat miskin. Namun melihat dari kriteria itu, di Kabupaten Mitra sudah tidak layak mendapati hal seperti itu, untuk itu ditambahkan aturan oleh pemerintah pusat yakni, bisa diberikan apabila anggota keluarga ada penyakit kronis menahun, kedua kehilangan pekerjaan namun harus memang berstatus masyarakat miskin yang memang terdampak. Nah orang seperti itu yang harus dibantu, jelas Lumingas.
Lanjutnya, kasus ini mekanismenya dari desa sudah sesuai dengan hasil laporan dari desa bahwa data yang dimasukkan, masuk dalam kriteria penerima sesuai musyarawah yang dilakukan, di situ diputuskan bersama dari desa.
“Memang 32 nama itu sudah terlanjur mereka terima, tetapi ketika tidak diketahui dan ditelusuri tidak memenuhi syarat, harus mereka kembalikan. Kenapa saya harus menyampaikan ini, karena sudah ada data dari kita, logikanya seperti itu, siapa yang melapor kita wajib melindungi, kalau tidak ada data kenapa saya harus menyampaikan itu, nantinya bisa jadi fitnah.”katanya.
Dalam kasus ini, diakui bahwa dari tahapan pertama menerima BLTDD hingga tahapan kedua tidak diketahui instansi terkait.
“Memang dari awal dari dinas telah kita sampaikan kepada hukum tua, persayraaktan seperti apa baik dari media sosial dan dikonsultasikan langsung dikantor. Dari dinas bila harus turun langsung, mengetahui sih “A” tidak dapat memastikan, karena yang mengetahui pasti pihak yakni para relawan Covid desa yang ditentukan Kumtua, bahwa mereka memang layak menerima. Seiring jalannya waktu, tim mendapat informasi dan melakukan pengecekan langsung penelusuran dan kita telah mengantongi data,” pungkas Lumingas.
Ditambahkannya, dinas tersebut dalam BLTDD, bila melakukan turun lapangan untuk memastikan apakah layak atau tidak untuk penerima bukan dari kewenangan pihaknya.
“Kita tidak dapat memastikan karena pendataannya dari relawan yang dibentuk Hukum Tua, merekalah yang akan mendata dan tau pasti status dan kriteria penerima,” ungkap Lumingas.
Jadi Kumtua Desa Liwutung saat dipanggil untuk melakukan klarifikasi menurutnya telah memberikan pengajuan bahwa memang benar ada penerima dari kalangan ASN, THL dan Pensiunan.
“Untuk itu, harus dicoret nama penerima itu, dan bila ada pengurangan saya tidak perlu hadir, tapi kalau diminta pihak desa, saya pasti menghadiri meski dilakukan dalam bentuk musdesus,” tukasnya.
Kemudian terkait surat pernyataan yang diharuskan kepada Hukum Tua yakni bila sudah selesai permalasahan ini, dan semua data seperti yang terlapor 32 penerima tak memenuhi kriteria telah dicoret, Kumtua wajib membuat surat pernyataan bahwa memang benar adanya kesalahan penyaluran BLTDD yang tidak tepat sasaran.
“Jadi memang Kumtua meminta waktu untuk menyelesaikan ini, kalaupun tidak ada resiko jabatan, berarti pembangkangan. Sebenarnya kan batasan penerima sudah sangat jelas sesuai dengan aturan. Tidak usah lagi membangun opini. Dan perlu ditegaskan, semua hasil turun lapangan dengan penelusuran data ini, sudah sesuai dengan pekerjaan kita dan sudah diakui oleh yang bersangkutan yakni Hukum Tua. Dan juga kita sudah lakukan berlakukan koordinasi dengan beberapa masyarakat, bahwa memang benar dari 32 penerima tidak layak dari segi kriteria penerima,” tutup Kadis PMD. (J.S)