Mitra – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Minahasa Tenggara (Mitra) melaksanakan rapat Paripurna DPRD Kabupaten Mitra dalam pembicaraan tingkat II atas rancangan peraturan daerah (Ranperda) Perubahan APBD tahun anggaran 2023 yang digelar di atrium kantor DPRD, Jumat (22/9/2023) dinihari.
Sebelumnya, rapat Paripurna DPRD Kabupaten Mitra yang dipimpin ketua Marty M. Ole, awalnya agenda rapat berjalan sepeti biasa, namun di pertengahan pembahasan dihujani dengan protes oleh sejumblah anggota dewan yang dihadiri 21 anggota.
Protes yang dilayangkan oleh beberapa wakil rakyat diantaranya, Amar Kosoloi dari Partai Gerindra dan Royke Pelleng dari Partai Nasdem, menyampaikan protes kepada pimpinan rapat dalam hal ini Ketua DPRD Mitra Marty M Ole.
Tiga dari Empat fraksi yang ada di DPRD Minahasa Tenggara (Mitra) yakni, Fraksi Golkar, fraksi Gerakan Keadilan Indonesia dan fraksi Demokrat Pembangunan, dengan tegas menolak penetapan APBD Perubahan Kabupaten Mitra tahun 2023.
Protes kedua politisi ini muncul ketika agenda rapat paripurna yang awalnya sudah ditetapkan dan tengah berlangsung, mendadak oleh pimpinan rapat Ketua DPRD Marty Ole, merubah agenda sidang dari pemadangan umum fraski menjadi voting setelah 3 fraksi menolak dan tidak menyetujui pembahasan tingkat II Ranperda Perubahan APBD Mitra Tahun 2023.
Mekanisme sidang yang tidak lazim dan tidak sesuai aturan ini pada akhirnya menimbulkan kegaduhan diantara beberapa wakil rakyat. Apalagi ketika pimpinan sidang melakukan voting dengan meminta anggota dewan untuk menyetujui Ranperda Perubahan APBD Mitra 2023 untuk ditetapkan menjadi Perda. Tak berlangsung lama, Marty Ole langsung mengetuk palu sidang dan menetapkan Ranperda Perubahan APBD menjadi Perda.
Geram dengan mekanisme paripurna yang tidak sesuai aturan tersebut, Wakil Ketua DPRD Tonny Hendrik Lasut yang juga anggota Fraksi Golkar kepada wartawan menjelaskan, penolakan 3 fraksi itu memiliki dasar hukum.
Dimana dikatakan THL, ada dua tahapan dalam pembahasan Ranperda Perubahan APBD, yaitu paripurna tingkat pertama dan paripurna tingkat kedua.
“Paripurna tingkat pertama tidak sesuai dengan PP 12 Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan tata tertib dan peraturan DPRD Mitra. Paripurna dianggap pesertanya quorum itu harus dihadiri 2/3 dari jumlah anggota DPRD. Artinya 2/3 dari 25 anggota DPRD Mitra yang harus hadir dalam paripurna tingkat pertama itu adalah 17 orang. Nah, waktu paripuran tingkat pertama yang hadir hanya 13 orang. Artinya itu tidak sesuai aturan,” singgungnya.
Ketua DPD II Partai Golkar Mitra ini menjelaskan, pada agenda paripurna tahap kedua, 3 fraksi tidak pernah punya niatan untuk menolak program dan anggaran, tetapi yang tidak disetujui adalah pelaksanaan paripurna tahap pertama yang bertentangan dengan aturan.
“Jika dievaluasi di provinsi pasti akan gagal. Lebih baik gagal di sini (DPRD Mitra, red) dari pada gagal provinsi, itu yang kami maksudkan,” kata THL sapaan akrab Lasut diiakan Fraksi Gerakan Keadilan Indonesia dan Fraksi Demokrat Pembangunan.
Ia kemudian menyindir penandatanganan berita acara persetujuan Ranperda APBD Perubahan Tahun 2023 untuk di-Perdakan. “Itu cacat hukum karena hanya satu fraksi yang menandatangani berita acara,” tukasnya.
Diketahui, dalam rapat paripurna tingkat kedua itu, Fraksi Partai Golkar dalam pemandangan umum fraksi-frkasi berkesimpulan menolak Ranperda Perubahan APBD Tahun 2023 ditetapkan menjadi Peraturan Daerah.
Sedangkan Fraksi Gerakan Keadilan Indonesia tegas meminta agar Ranperda Perubahan APBD tidak ditetapkan menjadi Perda dengan pertimbangan, bahwa pelaksanaan paripurna tingkat pertama pada 12 September 2023 dianggap tidak sah dan illegal karena tidak sesuai dengan PP nomor 12 tahun 2018 dan peraturan DPRD Mitra nomor 1 tahun 2018.
Dimana mereka menilai, akibat tidak sahnya paripurna tingkat pertama maka keputusan pelaksanaan paripurna pembicaraan tingkat kedua tidak layak dilaksanakan karena bertentangan dengan norma-norma hukum yang berlaku. Demikian dengan Fraksi Demokrat Pembangunan yang pada kesimpulannya juga menolak dengan alasan yang sama.