PARLEMEN,Suarasulutnews.co.id-Komisi XI DPR menyetujui usulan perubahan cadangan pembiayaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebesar Rp 1,54 triliun pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-Perubahan 2015 menjadi pembiayaan. Namun sejumlah catatan menyertai persetujuan ini.
Komisi ekonomi ini meminta pembahasan lebih lanjut melalui rapat dengan Menteri Keuangan, Menteri Kesehatan, dan BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan juga diminta untuk melakukan perbaikan sistem pengelolaan supaya tidak menimbulkan moral hazard.
Demikian beberapa kesimpulan hasil rapat kerja Komisi XI DPR dengan Menteri Keuangan dan Direktur Utama BPJS Kesehatan, di Gedung Nusantara I, Kamis (15/10/15) malam. Rapat yang dipimpin oleh Ketua Komisi XI DPR, Fadel Muhammad (F-PG) ini membahas Pengambilan keputusan Penerimaan Negara Penyertaan Modal Negera (PMN) tahun 2016 dan BMN sebagai Underlying Asset SBSN, dan Surat Menteri Keuangan RI Nomor S-700/M.06/2015 tanggal 9 September 2015.
Anggota Komisi XI DPR, Johnny G. Plate membenarkan bahwa memang ada anggaran di APBN-P 2015 sebesar Rp 1,54 triliun yang dialokasikan untuk pembiayaan BPJS, diakibatkan kerena BPJS Kesehatan mengalami defisitcash flow. Ia menegaskan agar BPJS Kesehatan untuk dapat segera memperbaiki sistemnya, agar pelayanan kepada masyarakat lebih meningkat.
“Banyak sekali permasalahan yang muncul di BPJS. Dimana rakyat yang seharusnya berhak untuk mendapatkan jaminan yang dibiayai oleh negara, malah tidak mendapatkannya. Banyak juga masalah claim yang tidak berimbang, sehingga banyak claim invoice dari rumah sakit harus diperiksa,” tegas Johnny.
Politikus F-Nasdem ini menegaskan, bahwa pembiayaan BPJS ini menggunakan uang negara, sehingga ia ingin betul-betul pelayanan kesehatan ini dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat. Dimana saat ini BPJS Kesehatan meng-cover 152 juta rakyat Indonesia. Berarti masih ada 100 juta rakyat yang belum ter-cover.
“Kami ingin, biaya yang dialokasikan dari APBN ini betul-betul dapat digunakan khususnya oleh masyarakat yang berhak mendapatkannya dari kaum-kaum marjinal. Kita ketahui dana BPJS tidak saja dari APBN, karena BPJS masih mempunyai dana lain yang dari misalnya dari eks Askes. Kita ingin melihat keseluruhan bagaimana posisi cash flow, gabungan, atau konsolidasi, antara yang dari Askes dulu, atau yang saat ini dibiayai oleh negara,” papar Johnny.
Politikus asal dapil NTT itu juga mengingatkan, jika BPJS tidak segera memperbaiki sistem dan mengatur cash flow dana BPJS, itu akan mempengaruhi APBN. Namun tak dipungkiri, walaupun ada kekhawatiran ini dapat mempengaruhi APBN, namun pembiayaan ini harus tetap dilakukan, karena berhubungan dengan pelayanan kepada masyarakat yang dlindungi oleh UUD 1945.
“Jumlahnya memang tidak besar. Hingga kini ada defisit sebesar Rp 5,8 triliun. Dengan beralih fungsinya cadangan menjadi PMN sebesar Rp 1,5 triliun, maka defisit menjadi Rp 4,3 triliun. Itu tidak besar jika dibandingkan dengan total APBN yang mencapai lebih dari Rp 2 ribu triliun. Akan tetapi ini terkait dengan 152 juta rakyat, sehingga kami merasa, BPJS penting untuk memperbaiki sistemnya,” kritisi politikus yang juga Anggota Banggar DPR itu.
Johnny menambahkan, pihaknya akan segera mengundang Menteri Keuangan, Menteri Kesehatan, dan Direksi BPJS Kesehatan untuk melakukan rapat konsolidasi terkait hal ini. Rapat konsolidasi harus segera dilaksanakan, karena terkait dengan RAPBN 2016.
Raker ini juga menyetujui beberapa pembahasan, diantaranya, disetujuinya angka penerimaan negara dari sektor pajak sebesar Rp 1.360,20 triliun. Kemudian penerimaan negara dari bea dan cukai sebesar Rp 186,52 triliun. Sementara untuk penerimaan PNBP, disepakati sebesar Rp 273,80 triliun.
“Sehingga, total rencana pendapatan negara untuk tahun 2016 sebesar Rp 1.882,50 triliun,” kata Fadel, membacakan kesimpulan yang juga berisi persetujuan pemberian Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada beberapa BUMN. (sf)/foto:jaka/parle/iw/dpr.go.id)