Pemerintah Tak Perlu Masuk Dalam Konflik Parpol

Pemerintah Tak Perlu Masuk Dalam Konflik Parpol-Jakarta,Suarasulutnews.co.id-UU Partai Politik (Parpol) yang berlaku sekarang masih membuka ruang campur tangan pemerintah dalam konflik parpol. Idealnya, pemerintah tak perlu terlibat dalam konflik tersebut. UU Parpol mesti direvisi untuk menutup ruang keterlibatan pemerintah yang terlalu jauh.

Padangan tersebut disampaikan oleh Yusuf Warsim Direktur Eksekutif Konstituen Indonesia dalam Diskusi Dialektika Demokrasi bertajuk “Peta Politik Partai Kabah di Parlemen dan Nasional Pasca-Keputusan Menkumham” di DPR, Kamis (18/2). Hadir pula sebagai pembicara, dua politisi PPP Dimyati Natakusumah dan Syaifullah Tamliha.

Penyelesaian konflik, lanjut Yusuf, harus lewat mekanisme mahkamah partai yang keputusannya final dan mengikat. Bila masih ada yang tidak menerima, diajukan ke pengadilan. Pemerintah tidak diberi ruang, kecuali hanya melegalisasi kepengurusan yang diakui oleh parpol tersebut atau keputusan pengadilan.

Seperti diketahui, PPP hingga kini masih terbelah menjadi dua kubu antara kubu Djan Faridz (hasil muktamar Jakarta) dan Romahurmuziy (hasil muktamar Surabaya). Dimyati dari kubu muktamar Jakarta, berpendapat, Menteri Hukum dan HAM telah mengabaikan hukum, karena tidak mengindahkan keputusan MA yang membatalkan kepengurusan hasil muktamar Surabaya seperti tertuang dalam SK Menkumham.
Ironisnya, kata Dimyati, Menkumham malah mengembalikan pada kepengurusan PPP hasil muktamar Bandung yang sudah kadaluarsa. “Itu sama saja menghidupkan zombie,” kilahnya. Pihaknya akan menggugat kembali keputusan Menkumham itu ke PTUN. Sementara Tamliha yang kini mengaku tidak berada di dua kubu, menyatakan, tidak mudah mengembalikan kepengurusan pada hasil muktamar Bandung yang ketuanya Surya Darma Ali (SDA) dan Sekjennya Romahurmuziy.

Pemerintah Tak Perlu Masuk Dalam Konflik Parpol--Menurut Tamliha, bila kepengurusan Bandung ingin menggelar muktamar untuk membentuk kepengurusan baru, perlu tandatangan SDA yang kini sedang dipenjara. Apalagi, keputusan untuk menggelar muktamar itu nantinya tidak melibatkan Djan Faridz yang bukan pengurus hasil muktamar Bandung. “Tidak mudah menyelesaikan konflik ini,” ujarnya. Dan kalau keputusan Menkumham ini digugat lagi ke pengadilan, PPP terancam jadi Ormas bukan parpol lagi.

Padahal, sambung Tamliha, dalam waktu dekat ada Pilkada serentak 2017 dan Pemilu 2019. PPP terancam tidak bisa mengikuti semua pesta demokrasi tersebut. Disarankannya, PPP mengikuti saja keputusan pemerintah dengan menghidupkan kepengurusan Bandung. Untuk menggelar muktamar, nantinya harus melibatkan semua kubu. Dari kubu Surabaya lima orang, kubu Jakarta lima orang, mahkamah partai lima orang, dan dewan penasihat lima orang. (mh) foto: runi/parle/hr/dpr.go.id)

Tags:
author

Author: 

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.