Tahuna-Nada kecewa bercampur kesal dari wajah sejumlah peserta mewarnai hasil pelaksanan lomba paduan suara Pelayanan Kategorial (Pelka) Laki-laki Sinode GMIST yang dilaksanakan di Kabupaten Sitaro pekan lalu.
Hal ini gara-gara hasil penilaian juri yang memenangkan peserta, khususnya untuk juara petama dan kedua oleh khalayak dinilai subjektif tidak sesuai dengan kenyataan. Terbukti, sebagian besar penonton langsung memperlihatkan ekspresi kesal sekaligus melontarkan kata-kata protes usai panitia mengumumkan hasil lomba.
”So nyanda betul ini penilaian juri, masak kwa ada grup lain yang lebih bagus lalu tercecer diurutan belakang. Lagi pula tema lomba mengangkat seni budaya daerah tapi yang juaranya justru membawakan lagu berbahasa inggris,”demikian ungkapan kecewa sejumlah warga Sitaro yang sempat terekam wartawan saat menonton lomba.
Yang lebih membuat kecurigaan tak objekifnya juri,juga terlihat saat penyampaian penjelasan hasil lomba serta penyampaian hasil penilaian yang tidak dilakukan langsung oleh Tim Juri, tapi disampaikan oleh pihak panitia.
”Masak kwa yang menjelaskan hasil penilaian bukan langsung dari juri yang notabene sebagai tim penilai, termasuk penyampaian hasil lomba juga hanya dari panitia bukan juri, sehingga kami tidak dapat menanyakan lebih seputar hasil lomba,”ujar beberapa peserta lomba.
Ungkapan kekecewaan sejumlah peserta lomba juga tak hanya terjadi usai pembacaan hasil pertandingan, tapi berlanjut sampai keesokkan hari, dimana para peserta masih terus meneriakkan juri curang disaat grup asal Sangihe sedang menunggu kapal di dermaga Ulu Siau yang hendak kembali ke Tahuna.
”Selama mengikuti lomba koor yang disponsori Pelka Laki-laki baru kali ini kami melakukan protes dan tidak puas, sebab bukan hanya kami yang penilai juri tidak obejktif, banyak dari penonton juga melontarkan nada kecewa,”ungkap peserta lainnya.
Tidak hanya memprotes juri, peserta juga mempersoalkan kesiapan panitia dalam memberangkatkan peserta dari Tahuna ke Sitaro, dimana pantia hanya memfasilitasinya dengan satu kapal saja, itu pun kapal dengan rute biasa bukan kapal carter, padahal ada sekitar 600-san orang peserta belum ditambah dengan ratusan penumpang biasa, sementara kapastias kapal hanya 450 orang.
”Jujur saja kami sendiri tidak mau naik kapal yang difasilitasi panitia karena penumpangnya sudah melebihi kapasitas kapal, dan terpaksa kami naik kapal cepat meski dengan biaya sendiri yang hampir menembus Rp 10 juta,”tegas D.Z. Tumbal, pimpinan grup yang juga ketua Pelka Laki-laki GMIST Maranatha Tahuna.
”Kami juga berharap untuk kedepan panitia mampu menerapkan sistim penilaian langsung usai tim paduan suara menyanyikan lagu, bukan nanti selesai semua baru dinilai. Hal ini untuk mengantisipasi kecurangan serta meningkatkan kualitas dari lomba itu sendiri.”tegasnya lagi.(eleh)