Laporan APBN 2014 Jangan Sekedar Formalitas

Laporan APBN 2014 Jangan Sekedar Formalitas

Laporan APBN 2014 Jangan Sekedar Formalitas

Parlemen-DPR berharap laporan Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2014 yang disampaikan Pemerintah melalui Menteri Keuangan, tidak sekedar formalitas dan dikesampingkan. Melainkan disesuaikan dengan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan.

Demikian disampaikan Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan usai memimpin Rapat Paripurna di Gedung Nusantara II, Kamis (25/06/15). Rapat Paripurna beragendakan Laporan Pemerintah atas Pelaksanaan APBN 2014, yang disampaikan Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro.

“Kami mengharapkan ke depannya laporan pertanggungjawaban ini tidak hanya sekedar formalitas, tapi juga disesuaikan dengan hasil audit BPK. Hasil audit BPK itu menjadi salah satu kelengkapan Komisi DPR untuk menyetujui ataupun membahas Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKAKL) 2016 mitra kerja Komisi,” jelas Taufik.

Hasil audit BPK itu, baik Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Wajar Dengan Pengecualian (WDP), atau Tidak Menyatakan Pendapat (disclaimer) akan menjadi batas acuan dalam politik anggaran di DPR untuk tahun mendatang. Walaupun APBN 2014 merupakan produk dari pemerintahan sebelumnya.

“Sesuai tata aturan dalam UU, APBN sebelumnya menjadi acuan pada saat pembahasan APBN 2016. Sebab, laporan pertanggungjawaban dari pelaksanaan APBN sebelumnya akan menjadi kelengkapan data,” imbuh Politisi Partai Amanat Nasional itu.

Menanggapi LKPP 2014 yang mendapat opini WDP BPK, Taufik melihat hal ini sebagai sebuah tantangan. Sebab, diharapkan hasil audit BPK untuk kementerian dan lembaga seluruhnya adalah WTP.

“Kita akan memacu dan mendorong pemerintah agar kementerian/lembaga yang opini BPK masih WDP menjadi WTP. Contohnya DPR dan beberapa kementerian yang selalu mendapatkan opini WTP,” kata Politisi asal Dapil Jawa Tengah itu.

Namun Taufik menyayangkan masih banyaknya kementerian dan lembaga yang masih mendapat opini WDP. Dia menilai, sejumlah faktor ikut mempengaruhi sehingga posisinya tidak meningkat.

“Antara lain penyerapan yang tidak maksimal dan faktor ketidaklengkapan administratif. Hal lain adalah kondisi dan situasi di lapangan seperti bencana alam,” analisa Taufik.

Hal-hal semacam itu dinilainya membuat APBN yang dianggarkan tidak terserap dengan semestinya. Tak heran bila pada akhirnya mempengaruhi penilaian dan audit BPK.

“Opini WDP bukan berarti tingkat korupsinya tinggi. Namun barangkali aspek administratif terlewatkan. Di masa mendatang, jangan sampai terlewat sehingga laporan pertanggungjawaban yang diberikan benar-benar komprehensif,” imbuhnya.

Taufik menjelaskan, penghargaan DPR  terhadap kementerian/lembaga dengan opini WDP dan WTP tentu berbeda. Sebab, status tersebut akan menentukan acuan anggaran di tahun berikutnya.

“Sepanjang kementerian/lembaga bisa bertahan dengan opini WTP, tentu akan ada apresiasi. Sementara, yang masih WDP atau TMP (disclaimer) tentu harus meningkatkan kinerjanya,” imbuh Taufik.

Sebelumnya, Menkeu melaporkan, pada tahun anggaran 2014, dari 86 Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL), 62 LKKL mendapat opini WTP, 17 LKKL mendapat opini WDP, dan 7 LKKL mendapat opini TMP. (sf), foto : andri/parle/hr)

Sumber:dpr.co.id

 

 

Tags:
author

Author: 

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.