Pemerintah Diminta Cari Benchmark Badan Karantina Modern

Parlemen-Pemerintah diminta untuk mencari benchmarking atau acuan badan karantina yang sudah maju dinegara lain untuk dijadikan contoh sukses dalam membangun arsitektur perkarantinaan Indonesia.
Demikian salah satu butir masukan terkait penyusunan Naskah Akademik dan draft RUU tentang Karantina Ikan, Hewan dan Tumbuhan saat Komisi IV DPR melakukan RDP dengan Kepala Badan Karantina Pertanian, Banun Harpini, saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi IV DPR RI di Jakarta, Rabu (24/6).

Pada kesempatan itu, anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Hardi Soesilo mempertanyakan seputar klasifikasi organisasi internasional yang bisa dijadikan “bench marking” bagi karantina Indonesia.

“Dengan mengacu kepada model-model badan karantina yang sudah maju di negara lain, maka diharapkan kami bisa merancang arsitektur perkarantinaan Indonesia melalui RUU ini,”ujar Hardi Soesilo.

Politisi senior Partai Golkar ini juga menyinggung dan mempertanyakan siapa saja mitra kerja dari pemerintah yang akan terlibat dalam pembahasan RUU tersebut. Pasalnya, sempat muncul pula wacana membentuk Pansus besar yang melibatkan anggota komisi lainnya mengingat persoalan karantina  lintas sektoral.

Menanggapi pertanyaan Hardi Soesilo, Kepala Badan Karantina Banun Harpini menyatakan, ada sejumlah negara yang bisa dijadikan model acuan bagi Indonesia sebelum merancang badan karantinanya itu, yaitu seperti Badan karantina Jepang dan Jerman, sudah cukup maju sebagai salah satu contoh operasional perkarantinaan.

Terkait Karantina Tiongkok, lanjutnya, sudah sangat maju dalam hal manajemen dan organisasinya, bahkan Pejabat karantina Tiongkok sudah selevel menteri  serta memiliki tugas mengawasi kebijakan pangan. Sedangan di Amerika Serikat, Badan karantina menyatu dengan bea cukai.

Saat ini, lanjutnya, diperlukan adanya UU yang mengatur tentang karantina hewan, ikan dan tumbuhan yang tidak saja mampu melindungi sumber daya alam hayati nasional secara terintegrasi, tetapi juga merevitalisasi fungsi pencegahan introduksi dan penyebaran penyakit hewan, ikan dan OPT yang akan masuk dari luar negeri.
Dikemukakannya, perlindungan terhadap kekayaan hayati di Indonesia harus mengikuti pula perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, karena penyelundupan dan pencurian sumber daya hayati itu dilakukan tidak lagi dalam bentuk fisik tetapi sudah pada tingkat DNA.

Namun, Banun menambahkan, saat ini pihaknya terkendala dengan tidak adanya fasilitas memadai di sejumlah pelabuhan sebagai pintu masuk utama berbagai barang dan komoditas dari luar negeri. “Karantina itu tidak punya ‘lapak’ di Pelabuhan Tanjung Priok dan kantornya tersebar di tiga tempat,walau demikian kami tetap berupaya keras melindungi masyarakat,” ujarnya.

Oleh karenanya, dia mengharapkan kedepan bisa terwujud karantina nasional dengan model “single agency multy task” di pelabuhan sebagai tempat pemasukan dan pengeluaran barang/komoditas.  Tidak hanya itu, badan karantina juga perlu berada di garda terdepan diantara sektor-sektor yang terlibat dalam masuk dan keluarnya barang/komoditas, seperti imigrasi dan bea cukai. (Agung) foto:ray/parle/ry/dpr.go.id)

 

Tags:
author

Author: 

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.